Jawaban kami : pernah.
Karena merasa RumahMontessori adalah sekolahnya manusia,
maka kami tidak selalu mulus menerapkan metoda dan melaksanakan segala rencana
pembelajaran se-rapi dan se-sempurna sebuah pabrik.
Sering kami menemukan masa di mana anak-anak
kebanyakan maunya main bareng teman-temannya terus. Maunya ada di area pojok
sambil ngamatin kelas. Maunya alat montessori dikerjain seenak udel-nya ajah. Maunya selalu dibacain
buku cerita lalu lanjut ambil kertas buat gambar-gambar. Maunya selalu role play bikin drama bertema
'mama-papa-anak' tiap hari dan gak ketinggalan alat montessori jadi property drama mereka..
Duh kebayang
amburadul sekali ya.. (terutama bagi yang berjiwa perfecto.. hehe..)
Kalau ada drone atau CCTV infrared terpasang di langit-langit kelas, mungkin bisa kelihatan tanduk-tanduk emosi tumbuh subur di kepala para guru, plus bonus keluar asap
deh dari ubun-ubun saking nahan beban emosi dan ekspektasi.. Hahaha.. Terima
aja.. Gak usah denial.. Hihihi..
Saat montessori
time, semua juga pasti pinginnya kelas selalu tertib, anak-anak mengerjakan peralatan montessori
sesuai aturan dan tanpa cela. Sesuai harapan.
Jangan terlau percaya apa yang diposting di
medsos, yang pastinya udah lolos audisi seleksi video atau foto terbaik
dong.. karena memang tujuannya agar pemirsa terinspirasi hal baik dan positif
dari kita. Hehehe..
See..
You're not alone! Toss dulu..
Catatan yang dibagikan kali ini adalah pengalaman
perjalanan tim RumahMontessori dalam menghadapi dan melalui masa-masa ‘amburadul’
ini. Yang pada suatu masa kami sadar, lalu menyimpulkan : ini bukan kelas
amburadul. Lho kok bisa? Baca aja sampai tuntas ya J
Semuanya merupakan hasil observasi kami selama
mendapatkan kelas dengan siswa yang isinya mayoritas berusia satu level walau
kami menerapkan kelas lintas usia (usia campur 2,5 - 6 tahun dalam satu
kelas).
Kami tidak mengklaim sudah menang dan mampu
melalui masa-masa ‘amburadul’ itu, karena pada kenyataannya kami selalu
mendapatkan pembelajaran baru setiap harinya. Kadang setelah mampu
handling pun, selalu ada kasus baru yang lebih hebat dan membuat kami harus
kalah sejenak lalu berstrategi kembali untuk berjuang maju lagi.
Sebagai manusia biasa, ego dan emosi kami juga dibuat
naik turun. Walau sudah punya basic
menjadi pribadi yang tenang tapi jujur aja kami tetap merasa butuh penguatan
dan ketenangan jiwa untuk memastikan bahwa kami bisa tetap waras dan bermental
sehat saat membersamai anak di lapangan. Itu yang membuat kami terus berupaya
belajar, menggali pengetahuan, serta mencari info tips and tricks lebih banyak.
Perlahan kami berproses, mulai dari mengamati,
mencari tahu ilmunya, mengumpulkan data, meminimalisir penilaian (judging), menahan diri untuk tidak menyalahkan
sana sini, menerima rasa gundah dan kecewa kami sendiri sampai pada akhirnya
kami menerima (memaklumi) situasi yang ada di hadapan kami. Lalu bertahap
semakin membaik dan membuat kami semakin yakin saat menjalankan tindakan
solutif untuk menanganinya.
Silakan petik manfaat dan hal baik nya saja ya..
Adalah pemandangan yang biasa ketika awal
bergabung di sekolahan dengan usia sekira 2,5-3 tahunan biasanya anak-anak
masih rajin mengerjakan peralatan montessori dengan penuh antusias, bahkan
sesuai instruksi. Beberapa ada yang mengerjakannya berulang kali seperti
layaknya kegiatan favorit. Kelas tertib. Karena sesuai ekspektasi, guru rileks
dan damai.
Pada saat anak-anak ini sampai di usia 4-5 tahun
dan pertemanan sekelas sudah terjalin semakin lekat hingga bisa jadi salah satu
alasan semangat ke sekolah. Simpel aja sih, mereka ingin ketemu untuk bermain
seru-seruan bersama. Belum tentu juga tanpa konflik. Tapi mereka menikmatinya.
Ide baru makin banyak nyantol di kepalanya, lalu
diungkap dan dieksekusi. Latihan untuk terampil bernegosiasi, bertoleransi,
saling memahami dan memaafkan, tarik ulur mendekat dan menjauhi teman
yang sedang bermasalahpun makin intensif dilakukan. Ego untuk melakukan sesuatu
sa'karepe dewek (seenaknya sendiri)
yang makin menjadi pun harus banyak dikelola dan ditahan dengan banyak
dibenturkan pada realita bahwa ruang sosial punya aturan yang harus disepakati
demi kebaikan bersama.
Dan ada satu hal yang biasanya paling bikin stress
dan gemesh para fasilitator yaitu : peralatan montessori di rak mendadak jadi
tidak laku dipakai.. Kalaupun dipakai, kebanyakan dikerjakan berdasar ide out
of the box mereka. Tampak ngelantur dari kaidah teoritikal metodanya, tapi
basic rules tanggung jawab membereskan dan tidak merusak alat biasanya masih aman.
Mendadak mereka enggan menyentuh dan seperti tidak punya alat montessori
favorit saat itu. Kalaupun masih punya, paling cuma dikerjakan sebagai
formalitas, karena merasa kegiatan itu hanyalah pengulangan.
Mendadak pula guru di lapangan harus setting kadar
ketegasan lebih tinggi dari sebelumnya. Ya, karena anak-anak usia 4-5 tahun ini
sudah paham bagaimana triknya mengelak dari instruksi atau men-skip aturan
dengan sejuta alasan karena kemampuan bahasa dan logikanya meningkat pesat.
Semakin jagoan dalam mendapatkan sesuatu yang dimau. Sekaligus sebagai sinyal
bahwa anak-anak usia ini sebetulnya sedang butuh lebih banyak berlatih tahu
tentang sebab akibat terutama dalam norma sosial. Jadi memang sudah sewajarnya
dan sudah saatnya anak-anak yang mulai paham banyak hal ini harus digiring
(diarahkan) lebih tegas dan jelas pada hal-hal yang benar di kehidupan
nyata.
Maka adalah wajar jika di setiap kelas pelatihan
kami, selalu banyak terungkap dari para guru kelompok usia 4-5 tahun atau
setingkat TK A yang curhat karena gemes pingin banget jadi guru galak saat
menghadapi bubar jalannya sistem kegiatan montessori di level ini. Dunia
montessori time tak lagi damai seperti teorinya, kata mereka.. Hehehe.. Jangan stress ah.. Kalian tidak sendirian
mengalaminya. Ini tantangan keren buat para fasilitatornya.
Anak-anak ini gak bersalah.. Emang fase nya aja
lagi butuh banyak belajar di banyak aspek.
Untuk memahami perkembangan anak-anak usia 4-5
tahun lengkap dengan tips parentingnya silakan mampir di link berikut : https://raisingchildren.net.au/preschoolers/development/development-tracker/4-5-years
Lalu karakter yang bagaimana sajakah yang perlu diketahui
agar bisa mengukur diri tingkat mindfulness kita masing-masing? Alias supaya
bisa berupaya tetap bijak dan keep calm sebelum mengambil tindakan dalam
menyelesaikan masalah yang terjadi?
Silakan lihat foto di bawah ini ya.. Mudah-mudahan terbantu.
Kalau upaya untuk tetep mindful tersebut sudah
diupayalakukan, seharusnya sih tindakan solusinya efektif, tepat sasaran dan
yang terpenting adalah mampu menenangkan jiwa. Karena memang tujuan mindfulness
ini lebih condong kesana. Jika gurunya sehat mental maka anak-anak pun akan
sama, semua pihak akan terimbas.
Yes, we can say it's hard but it doesn't mean impossible :)
Happy terus semuanya yaa..
Semoga kita semua
selalu diberi sehat dan selamat
#edisikangen anak-anak RumahMontessori
Tidak ada komentar:
Posting Komentar