Pengalaman pribadi penulis di saat mengenyam
pendidikan di sekolah dulu meninggalkan kesan yang khusus untuk para gurunya
dan mungkin bagi sebagian orang yang sezaman, mereka akan mengangguk setuju
ketika membaca tulisan ini.
Sosok ‘guru’ yang masih melekat di benak penulis
ketika itu adalah sosok yang tidak pernah salah, pusat
perhatian dalam kegiatan pembelajaran, ada perbedaan ‘strata sosial’ yang cukup
jelas, komunikasi satu arah dan kadang tidak mau didebat ataupun diajak
berdiskusi apalagi ‘belajar’ bersama (sharing)
dengan peserta didik. Hmm.. sungguh-sungguh guru yang ‘sempurna’ ya..
pikir penulis hari ini.
Seiring dengan berjalannya waktu dan
kemajuan-kemajuan di segala aspek kehidupan, pemikiran pun sepertinya ikut
‘terbuka’ dan lebih berani dalam melakukan perubahan. Perubahan untuk menjadi
lebih baik saya kira itu bagus, khususnya pada bidang pendidikan. Sosok ‘guru’
yang penulis uraikan di atas tadi, berangsur-angsur sudah sulit ditemukan.
Terlebih lagi ketika penulis diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk mengalami
sendiri menjadi guru yang ‘berbeda’ dari guru pada zamannya dulu.
Inilah kiranya titik awal penulis untuk bertekad
melakukan perubahan pengajaran untuk menjadi lebih baik.
Di awal perkenalannya dengan metoda pengajaran
Montessori dan sampai saat paparan ini ditulis, penulis banyak menganggukkan
kepala tanda sepakat untuk hampir keseluruhan pemikiran yang terdapat di
dalamnya.
Dalam Montessori Philosophy Module I, ide dasar metoda
Montessori adalah spontaneous activity
and independent learning, dimana sosok guru yang melekat di benak penulis
saat bersekolah dulu tidak diperlukan lagi di alam pembelajaran seperti ini.
Guru yang harus ‘muncul’ untuk metoda yang
berbasis seperti ini adalah seorang guru yang mampu menjadi fasilitator. Dia diharapkan
mampu mencapai tujuannya yaitu :
-
Menggali
dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki anak
-
Mengantarkan
dan mengarahkan kemampuan intelektual, moral, dan budaya anak didik pada
tingkat yang tertinggi.
Menurut pandangan saya, yang diharapkan dimiliki oleh seorang guru Montessori dari sisi
kepribadiannya (personality) adalah :
-
Semangat
yang tinggi
-
Penuh
keikhlasan dan kesabaran menghadapi anak didik
-
Mengajar
dengan sepenuh hati
-
Pantang
menyerah
-
Selalu
ingin belajar lebih banyak
-
Optimis
dalam menghadapi anak didik, selalu percaya bahwa anak didiknya akan berhasil
-
Selalu
terlihat ceria dan senang hati
Sedangkan kemampuan teknis yang diharapkan seperti
yang tercantum dalam Montessori Philosophy Module I adalah :
-
Pengetahuan
tentang metoda Montessori
-
Pengetahuan
mengenai perkembangan anak
-
Kreatif
dan penuh inspirasi dalam menstimulasi anak
-
Kapasitas
pengetahuan yang layak
-
Kemampuan
mengamati
Tapi menurut Maria Montessori sendiri bahwa
kemampuan teknis bukanlah segalanya tetapi yang lebih penting dibangun dalam
diri seorang guru adalah semangatnya.
It
is my belief that the thing which we should cultivate in our teachers is more
the spirit than the mechanical skill of the scientist. (Maria Montessori dalam Hainstock, 1986)
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar