Pages

Sabtu, 01 Desember 2012

Menjadi Guru Montessori Ideal (Bag 1)

 
Pengalaman pribadi penulis di saat mengenyam pendidikan di sekolah dulu meninggalkan kesan yang khusus untuk para gurunya dan mungkin bagi sebagian orang yang sezaman, mereka akan mengangguk setuju ketika membaca tulisan ini.
Sosok ‘guru’ yang masih melekat di benak penulis ketika itu adalah sosok yang tidak pernah salah, pusat perhatian dalam kegiatan pembelajaran, ada perbedaan ‘strata sosial’ yang cukup jelas, komunikasi satu arah dan kadang tidak mau didebat ataupun diajak berdiskusi apalagi ‘belajar’ bersama (sharing) dengan peserta didik. Hmm.. sungguh-sungguh guru yang ‘sempurna’ ya.. pikir penulis hari ini.
Seiring dengan berjalannya waktu dan kemajuan-kemajuan di segala aspek kehidupan, pemikiran pun sepertinya ikut ‘terbuka’ dan lebih berani dalam melakukan perubahan. Perubahan untuk menjadi lebih baik saya kira itu bagus, khususnya pada bidang pendidikan. Sosok ‘guru’ yang penulis uraikan di atas tadi, berangsur-angsur sudah sulit ditemukan. Terlebih lagi ketika penulis diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk mengalami sendiri menjadi guru yang ‘berbeda’ dari guru pada zamannya dulu.
Inilah kiranya titik awal penulis untuk bertekad melakukan perubahan pengajaran untuk menjadi lebih baik.
Di awal perkenalannya dengan metoda pengajaran Montessori dan sampai saat paparan ini ditulis, penulis banyak menganggukkan kepala tanda sepakat untuk hampir keseluruhan pemikiran yang terdapat di dalamnya.
Dalam Montessori Philosophy Module I, ide dasar metoda Montessori adalah spontaneous activity and independent learning, dimana sosok guru yang melekat di benak penulis saat bersekolah dulu tidak diperlukan lagi di alam pembelajaran seperti ini.
Guru yang harus ‘muncul’ untuk metoda yang berbasis seperti ini adalah seorang guru yang mampu menjadi fasilitator. Dia diharapkan mampu mencapai tujuannya yaitu :
-          Menggali dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki anak
-          Mengantarkan dan mengarahkan kemampuan intelektual, moral, dan budaya anak didik pada tingkat yang tertinggi.
Menurut pandangan saya, yang diharapkan dimiliki oleh seorang guru Montessori dari sisi kepribadiannya (personality) adalah :
-          Semangat yang tinggi
-          Penuh keikhlasan dan kesabaran menghadapi anak didik
-          Mengajar dengan sepenuh hati
-          Pantang menyerah
-          Selalu ingin belajar lebih banyak
-          Optimis dalam menghadapi anak didik, selalu percaya bahwa anak didiknya akan berhasil
-          Selalu terlihat ceria dan senang hati
Sedangkan kemampuan teknis yang diharapkan seperti yang tercantum dalam Montessori Philosophy Module I adalah :
-          Pengetahuan tentang metoda Montessori
-          Pengetahuan mengenai perkembangan anak
-          Kreatif dan penuh inspirasi dalam menstimulasi anak
-          Kapasitas pengetahuan yang layak
-          Kemampuan mengamati
Tapi menurut Maria Montessori sendiri bahwa kemampuan teknis bukanlah segalanya tetapi yang lebih penting dibangun dalam diri seorang guru adalah semangatnya.
It is my belief that the thing which we should cultivate in our teachers is more the spirit than the mechanical skill of the scientist. (Maria Montessori dalam Hainstock, 1986)
 
Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar