Pages

Rabu, 01 April 2020

Oh NO! Kelas Montessori-ku Amburadul! Help Me..



Pernah punya pengalaman pegang  kelas atau berada di kelas montessori yang hampir seluruh siswanya tidak bekerja dengan alat montessori?

Jawaban kami : pernah.

Karena merasa RumahMontessori adalah sekolahnya manusia, maka kami tidak selalu mulus menerapkan metoda dan melaksanakan segala rencana pembelajaran se-rapi dan se-sempurna sebuah pabrik.


Sering kami menemukan masa di mana anak-anak kebanyakan maunya main bareng teman-temannya terus. Maunya ada di area pojok sambil ngamatin kelas. Maunya alat montessori dikerjain seenak udel-nya ajah. Maunya selalu dibacain buku cerita lalu lanjut ambil kertas buat gambar-gambar. Maunya selalu role play bikin drama bertema 'mama-papa-anak' tiap hari dan gak ketinggalan alat montessori jadi property drama mereka.. 
Duh kebayang amburadul sekali ya.. (terutama bagi yang berjiwa perfecto.. hehe..)

Kalau ada drone atau CCTV infrared terpasang di langit-langit kelas, mungkin bisa kelihatan tanduk-tanduk emosi tumbuh subur di kepala para guru, plus bonus keluar asap deh dari ubun-ubun saking nahan beban emosi dan ekspektasi.. Hahaha.. Terima aja.. Gak usah denial.. Hihihi..

Saat montessori time, semua juga pasti pinginnya kelas selalu tertib, anak-anak mengerjakan peralatan montessori sesuai aturan dan tanpa cela. Sesuai harapan.

Jangan terlau percaya apa yang diposting di medsos, yang pastinya udah lolos audisi seleksi video atau foto terbaik dong.. karena memang tujuannya agar pemirsa terinspirasi hal baik dan positif dari kita. Hehehe..

See.. You're not alone! Toss dulu.. 



Catatan yang dibagikan kali ini adalah pengalaman perjalanan tim RumahMontessori dalam menghadapi dan melalui masa-masa ‘amburadul’ ini. Yang pada suatu masa kami sadar, lalu menyimpulkan : ini bukan kelas amburadul. Lho kok bisa? Baca aja sampai tuntas ya J

Semuanya merupakan hasil observasi kami selama mendapatkan kelas dengan siswa yang isinya mayoritas berusia satu level walau kami menerapkan kelas lintas usia (usia campur 2,5 - 6 tahun dalam satu kelas). 

Kami tidak mengklaim sudah menang dan mampu melalui masa-masa ‘amburadul’ itu, karena pada kenyataannya kami selalu mendapatkan pembelajaran baru setiap harinya. Kadang setelah mampu handling pun, selalu ada kasus baru yang lebih hebat dan membuat kami harus kalah sejenak lalu berstrategi kembali untuk berjuang maju lagi.  

Sebagai manusia biasa, ego dan emosi kami juga dibuat naik turun. Walau sudah punya basic menjadi pribadi yang tenang tapi jujur aja kami tetap merasa butuh penguatan dan ketenangan jiwa untuk memastikan bahwa kami bisa tetap waras dan bermental sehat saat membersamai anak di lapangan. Itu yang membuat kami terus berupaya belajar, menggali pengetahuan, serta mencari info tips and tricks lebih banyak. 
Perlahan kami berproses, mulai dari mengamati, mencari tahu ilmunya, mengumpulkan data, meminimalisir penilaian (judging), menahan diri untuk tidak menyalahkan sana sini, menerima rasa gundah dan kecewa kami sendiri sampai pada akhirnya kami menerima (memaklumi) situasi yang ada di hadapan kami. Lalu bertahap semakin membaik dan membuat kami semakin yakin saat menjalankan tindakan solutif untuk menanganinya.

Silakan petik manfaat dan hal baik nya saja ya..

Adalah pemandangan yang biasa ketika awal bergabung di sekolahan dengan usia sekira 2,5-3 tahunan biasanya anak-anak masih rajin mengerjakan peralatan montessori dengan penuh antusias, bahkan sesuai instruksi. Beberapa ada yang mengerjakannya berulang kali seperti layaknya kegiatan favorit. Kelas tertib. Karena sesuai ekspektasi, guru rileks dan damai. 

Pada saat anak-anak ini sampai di usia 4-5 tahun dan pertemanan sekelas sudah terjalin semakin lekat hingga bisa jadi salah satu alasan semangat ke sekolah. Simpel aja sih, mereka ingin ketemu untuk bermain seru-seruan bersama. Belum tentu juga tanpa konflik. Tapi mereka menikmatinya.
Ide baru makin banyak nyantol di kepalanya, lalu diungkap dan dieksekusi. Latihan untuk terampil bernegosiasi, bertoleransi, saling memahami dan memaafkan, tarik ulur mendekat dan menjauhi  teman yang sedang bermasalahpun makin intensif dilakukan. Ego untuk melakukan sesuatu sa'karepe dewek (seenaknya sendiri) yang makin menjadi pun harus banyak dikelola dan ditahan dengan banyak dibenturkan pada realita bahwa ruang sosial punya aturan yang harus disepakati demi kebaikan bersama.

Dan ada satu hal yang biasanya paling bikin stress dan gemesh para fasilitator yaitu : peralatan montessori di rak mendadak jadi tidak laku dipakai.. Kalaupun dipakai, kebanyakan dikerjakan berdasar ide out of the box mereka. Tampak ngelantur dari kaidah teoritikal metodanya, tapi basic rules tanggung jawab membereskan dan tidak merusak alat biasanya masih aman. Mendadak mereka enggan menyentuh dan seperti tidak punya alat montessori favorit saat itu. Kalaupun masih punya, paling cuma dikerjakan sebagai formalitas, karena merasa kegiatan itu hanyalah pengulangan.

Mendadak pula guru di lapangan harus setting kadar ketegasan lebih tinggi dari sebelumnya. Ya, karena anak-anak usia 4-5 tahun ini sudah paham bagaimana triknya mengelak dari instruksi atau men-skip aturan dengan sejuta alasan karena kemampuan bahasa dan logikanya meningkat pesat. Semakin jagoan dalam mendapatkan sesuatu yang dimau. Sekaligus sebagai sinyal bahwa anak-anak usia ini sebetulnya sedang butuh lebih banyak berlatih tahu tentang sebab akibat terutama dalam norma sosial. Jadi memang sudah sewajarnya dan sudah saatnya anak-anak yang mulai paham banyak hal ini harus digiring (diarahkan) lebih tegas dan jelas pada hal-hal yang benar di kehidupan nyata. 

Maka adalah wajar jika di setiap kelas pelatihan kami, selalu banyak terungkap dari para guru kelompok usia 4-5 tahun atau setingkat TK A yang curhat karena gemes pingin banget jadi guru galak saat menghadapi bubar jalannya sistem kegiatan montessori di level ini. Dunia montessori time tak lagi damai seperti teorinya, kata mereka.. Hehehe.. Jangan stress ah.. Kalian tidak sendirian mengalaminya. Ini tantangan keren buat para fasilitatornya.

Anak-anak ini gak bersalah.. Emang fase nya aja lagi butuh banyak belajar di banyak aspek.

Untuk memahami perkembangan anak-anak usia 4-5 tahun lengkap dengan tips parentingnya silakan mampir di link berikut : https://raisingchildren.net.au/preschoolers/development/development-tracker/4-5-years 


Karena untuk menangani masalah ini dengan bijak dan tetap waras, salah satunya adalah mampu mendeskripsikan, paham dan memang terlibat langsung dengan peristiwa atau pengalaman milestone mereka.

Lalu karakter yang bagaimana sajakah yang perlu diketahui agar bisa mengukur diri tingkat mindfulness kita masing-masing? Alias supaya bisa berupaya tetap bijak dan keep calm sebelum mengambil tindakan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi? 

Silakan lihat foto di bawah ini ya.. Mudah-mudahan terbantu.




Kalau upaya untuk tetep mindful tersebut sudah diupayalakukan, seharusnya sih tindakan solusinya efektif, tepat sasaran dan yang terpenting adalah mampu menenangkan jiwa. Karena memang tujuan mindfulness ini lebih condong kesana. Jika gurunya sehat mental maka anak-anak pun akan sama, semua pihak akan terimbas. 

Yes, we can say it's hard but it doesn't mean impossible :) 
Happy terus semuanya yaa.. 
Semoga kita semua selalu diberi sehat dan selamat

#edisikangen anak-anak RumahMontessori